Kuliner Pangandaran
Pangandaran West Java Kite Festival 2010

 Pangandaran West Java Kite Festival 2010
LANGIT Pangandaran sangat cerah, sekalipun gumpalan awan hitam terlihat di ujung garis laut. Emmpasan angin yang menjadi harapan para peserta Pangandaran West Java Festival 2010 yang digelar siang itu, kurang bersahabat. Akibatnya, layang-layang yang sudah diterbangkan sejak pagi, satu per satu berjatuhan di Lapangan Ketapangdoyong.

LANGIT Pangandaran sangat cerah, sekalipun
gumpalan awan hitam terlihat di ujung garis laut. Emmpasan angin yang
menjadi harapan para peserta Pangandaran West Java Festival 2010 yang
digelar siang itu, kurang bersahabat. Akibatnya, layang-layang yang
sudah diterbangkan sejak pagi, satu per satu berjatuhan di Lapangan
Ketapangdoyong.



Kurang bersahabatnya angin ini sangat dikeluhkan para peserta, seperti
Joko, peserta dari Jawa Timur. "Anginnya kurang bersahabat Mas, tidak
seperti biasanya. Terpaksa kami nongkrong menunggu angin," ungkapnya
saat ditemui di Lapangan Ketapangdoyong, Pangandaran, Kab. Ciamis,
Sabtu (10/7).



Tidak hanya peserta dari Jawa Timur yang kesulitan menerbangkan
layang-layangnya. Peserta dari Amerika Serikat pun kesulitan
menerbangkan layang-layang tiga dimensi berbentuk bola berduri. Hal
yang sama dirasakan peserta dari Malaysia, yang mencoba menerbangkan
layang-layang berbentuk si Ipin yang menjadi idola anak-anak di
Indonesia.



Festival layang-layang tahun ini merupakan yang ke-19 kalinya dan tetap
saja menjadi buruan para penghobi layang-layang dari seluruh Indonesia,
termasuk dari luar negeri. Tidak kurang dari 20 kontingen dalam negeri
dan empat kontingen dari luar negeri memeriahkan Pangandaran West Java
Kite Festival 2010. Dibandingkan dengan tahun lalu, jumlah peserta dari
luar negeri kali ini mengalami penurunan yang signifikan. Tahun lalu,
jumlah peserta dari luar negeri mencapai 10 negara.



Namun dengan kehadiran peserta dari dalam negeri, penyelenggaraan tahun
ini lebih meriah. Peserta dalam negeri yang lebih mengandalkan
layang-layang tradisional dengan beraneka bentuk dan corak warna, mampu
menghiasi langit Pangandaran. Belum lagi layang-layang sport.
Layang-layang ini menjadi daya tarik tersendiri, karena menuntut
keahlian dan kegesitan untuk mengendalikannya agar tidak beradu dengan
layang-layang peserta lainnya.



Festival yang digelar Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar bekerja
sama dengan Persatuan Layang-layang Ciamis (Perlaci) ini memang
terkesan dadakan. Padahal, even ini merupakan even tahunan yang
harusnya bisa dipersiapkan jauh-jauh hari. Seperti diungkapkan Kepala
Bidang Kepariwisataan Disparbud Jabar, Dani Herdiana, persiapan
festival layang-layang ini sangat mepet, kurang dari dua bulan. "Namun
dengan kerja sama semua pihak, termasuk dukungan sponsor dari Telkomsel
Regional Jabar, akhirnya bisa terselenggara juga," ujarnya.



Hal yang sama diungkapkan Gubernur Jabar, H. Ahmad Heryawan usai
membuka langsung Pangandaran West Java Kite Festival ke-19 di Lapangan
Ketapangdoyong, kemarin. Gubernur mengungkapkan, festival layang-layang
memang banyak mengundang para wisatawan, baik dari dalam negeri maupun
dari luar negeri. "Namun tetap saja penyelenggaraannya harus dievaluasi
agar gebyarnya lebih terasa oleh masyarakat," katanya.



Gubernur pada kesempatan itu mencoba menaikkan layang-layang
tradisional bertuliskan West Java Kite Festival 2010. Gubernur mengaku
teringat masa kecilnya. "Setelah puluhan tahun terhenti, baru tahun ini
saya mencoba menerbangkan layang-layang. Karenanya saya berharap, even
ini bisa terus terselenggara dengan jumlah peserta yang jauh lebih
banyak dari tahun ini," harapnya.



Pantai timur Pangandaran merupakan tempat favorit bagi para peserta
dunia maupun peserta dari dalam negeri. Sehingga seorang pengawas
layang-layang tingkat dunia asal Selandia Baru, Pieter Rick mau
jauh-jauh datang ke Pangandaran hanya untuk mengawasi dan menilai
jalannya festival. Terlebih, Pangandaran merupakan objek wisata pantai
andalan Jabar yang sudah terkenal hingga mancanegara.



Di Indonesia khususnya di Jabar, layang-layang bukan barang baru bagi
masyarakat. Hampir semua usia mengenal layang-layang, khususnya
kalangan laki-laki. Umumnya, masyarakat Indonesia lebih mengenal
layang-layang tradisional, yakni layang-layang yang sering dijadikan
layang aduan dengan mengadu benang gelasan. Sedangkan untuk
layang-layang modern, seperti yang dilombakan di Pangandaran ini, hanya
sebagia orang yang mengenal, yakni para penghobi layang-layang.



Walaupun demikian, layang-layang tradisional tetap menjadi favorit bagi
para penghobi layang-layang, termasuk warga masyarakat dan
perkembangannya pun cukup pesat. Selain itu, fungsi layang-layang pun
mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Awalnya layang-layang di
Indonesia hanya untuk kesenangan, yakni mengadu benang gelasan. Namun
kini, layang-layang pun bisa dijadikan lahan mencari nafkah, seperti
mengail ikan, kelelawar, bisnis, dan sebagainya.



Sedangkan di Indonesia sendiri, sejarah layang-layang ditemukan dalam
sebuah gua di kawasan Waemena, Sulawesi Tenggara. Layang-layang
tradisional Indonesia tersebut terbuat dari daun gadung dengan rangka
bambu dan benang dari serat nanas. Oleh masyarakat disebut kagati,
sehingga layang tradisional Indonesia ini disebut kagati.



Sementara jenis layang-layang tradisional biasanya berbentuk elips,
permata, segi enam, dan sebagainya. Namun pada perkembangannya,
layang-layang tradisional di Indonesia bahan dan materialnya berubah.
Kini layang-layang tradisional Indonesia tidak lagi terbuat dari daun
gadung dan benang serat nanas, namun dari kertas minyak maupun kerta
singkong. Sedangkan fungsinya tetap sama, yakni sebagai layangan adu
sekaligus kesenangan.



Layang-layang modern



Jabar merupakan pusatnya layang-layang adu, baik adu layang-layang
maupun adu benang gelasan. Selain itu, Jabar pun merupakan pusat
layang-layang modern, bahkan pusat perajin layang-layang modern. Di
provinsi ini pun banyak lahir master kite skala nasional dan
internasional. Sayang hal ini kurang mendapat perhatian pemerintah
provinsi maupun daerah.



Menjelang sore, angin di Lapangan Ketapangdoyong mulai bertiup kencang,
sehingga banyak layang-layang mengudara dengan gagah. Sayang, cuaca
mendung berkali-kali datang sehingga membuat para peserta ketakutan.
"Yang ditakutkan bukan anginnya yang kencang, namun hujan yang turun
bisa merusak layang-layang , terutama layang-layang yang terbuat dari
kertas," ungkap seorang peserta, Danil.



Beruntung, kebanyakan layang-layang diperlombakan terbuat dari kain
anti-air. Sehingga tidak akan robek maupun rusak, paling jatuh karena
tidak kuat menahan beban air.



Keindahan festival ini adalah menyaksikan layang-layang yang berhasil
mengudara dan mampu bertahan lama. Namun untuk bisa mempertahankan
layang-layang tetap di udara dibutuhkan skill yang mumpuni dalam
mengendalikannya. Terlebih jika angin tidak bertiup kencang, bisa-bisa
tangan pegal karena harus terus menarik layang-layang agar tetap di
udara.



Pembukaan festival layang-layang diramaikan persembahan tari tarawangsa
dan tari Ronggeng Anen yang melibatkan 50 penari. Kemeriahan festival
layang-layang pun banyak dimanfaatkan para penjual layang-layang mainan
bagi anak-anak.








Tags





Berikan Komentar Via Facebook

Kuliner Pangandaran Lainnya
Video Lainnya
Mau booking hotel, penginapan, travel dan tour? call 0265-639380 atau klik disini