Blog
Pengetahuan dan Persepsi Anak terhadap Pantai Pangandaran

Pengetahuan dan Persepsi Anak terhadap Pantai Pangandaran
Riset ini merupakan upaya untuk mengenali pengetahuan dan persepsi anak-anak, terutama mereka yang tinggal di sekitar P. Pangandaran terhadap pantai tersebut. Riset ini merupakan bagian kegiatan fasilitasi yang saya kerjakan terkait dengan UN-WTO Technical Asisstance for Tsunami Affected Countries


Riset
“kecil-kecilan” ini merupakan upaya untuk mengenali pengetahuan dan
persepsi anak-anak, terutama mereka yang tinggal di sekitar P.
Pangandaran terhadap pantai tersebut. Riset ini merupakan bagian
kegiatan fasilitasi yang saya kerjakan terkait dengan UN-WTO Technical Asisstance for Tsunami Affected Countries [Pangandaran Area].
P. Pangandaran dikenal sebagai resort wisata dan menjadi salah satu
bagian kawasan wisata andalan di Jawa Barat. Perkembangan pariwisata di
kawasan ini sempat mengalami penurunan pada pertengahan tahun 2006
karena bencana tsunami yang memakan korban jiwa, baik penduduk lokal
maupun wisatawan. Seiring pulihnya citra kawasan, P. Pangandaran
kembali menjadi pilihan bagi wisatawan nusantara, terutama yang berasal
dari Jawa Barat dan sekitarnya, sebagai tempat berekreasi dan berwisata.



Pengembangan
pariwisata di kawasan Pangandaran seringkali tidak melibatkan
suara-suara masyarakat lokal. Dalam kasus ekstrem, saya mengambil
anak-anak sebagai subjek studi. Analisis difokuskan kepada pengetahuan
dan persepsi anak untuk mengkaji keterkaitan anak dengan lingkungannya,
serta aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam penataan kawasan P.
Pangandaran ke depan.
Pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara terbuka, karangan naratif, dan
pemetaan komunitas. Dari studi ini dapat dilihat aspek-aspek apa yang
perlu dipertimbangkan dalam perencanaan kawasan ke depan, khususnya
yang dibutuhkan anak-anak dalam berkegiatan di P. Pangandaran.



Kata kunci: pengetahuan, persepsi, community map, anak, P. Pangandaran



A. Pengenalan terhadap Informan dan Metode Pengumpulan Data



Informan
dalam riset lapangan ini adalah anak-anak dengan usia antara 12-13
tahun (atau telah mengeyam kelas enam Sekolah Dasar). Dalam kelompok
usia ini, anak-anak sudah memiliki kemampuan verbal yang baik, sehingga
mampu mengungkapkan persepsi dan pendapat mereka sendiri. Seluruhnya
berjumlah 17 anak, yang berasal dari satu sekolah, yaitu SDN 3 Babakan.



Desa
Babakan berada pada jarak satu km dari pintu masuk resort wisata P.
Pangandaran. Jarak antara desa ini dengan pantai kurang lebih satu km
pada arah selatan. Pengambilan sampel ini melalui anak-anak di Desa
Babakan bertujuan untuk melihat kaitan antara kegiatan anak-anak di
Pantai Pangandaran yang menjadi salah satu lokasi wisata dengan
kegiatan pariwisata di kawasan tersebut. Meskipun anak-anak ini tidak
tinggal “berdampingan” langsung dengan pantai, secara umum mereka
mengetahui keberadaannya dan melakukan satu atau lebih kegiatan di
dalamnya (meskipun tidak selalu berupa rekreasi).



Pengumpulan data dilakukan melakukan wawancara terbuka (open interview), karangan naratif yang menceritakan pengalaman anak berada di P. Pangandaran, dan peta komunitas (community mapping).
Pada wawancara terbuka, anak-anak diminta untuk menceritakan perihal
subjek yang disukai dan tidak disukai dari P. Pangandaran. Wawancara
dilakukan secara berkelompok. Masing-masing anak mewawancarai anak yang
lainnya. Wawancara dilakukan untuk melihat persepsi anak terhadap P.
Pangandaran secara keseluruhan. Data wawancara disimpan dalam file
video kamera.



Karangan
naratif ditujukan untuk menggali pengetahuan dan pengalaman anak berada
di P. Pangandaran. Hal ini bermanfaat untuk mengeksplorasi pengetahuan
anak mengenai kawasan pantai di Pangandaran dan keterkaitan mereka
dengan kawasan tersebut (yang dinyatakan dalam kegiatan anak). Tema
yang diberikan bebas bergantung pada fokus yang ingin digali oleh
anak-anak. Teknik pengumpulan data lainnya yang digunakan adalah peta
komunitas. Peta komunitas memberikan pengetahuan “kultural” perihal
lingkungan anak, termasuk di dalamnya: lingkungan bermain anak,
lingkungan bertetangga (neighborhood), dan tempat-tempat yang dianggap menarik.



1. Ekspos Anak-anak terhadap P. Pangandaran



Dalam
pandangan anak-anak, Pangandaran adalah sebuah “kota”. Dalam pengertian
ini, tidak muncul referensi yang memadai perihal yang dimaksud oleh
anak-anak dengan “kota”. Dapat dipahami Pangandaran sebagai sebuah
“kota kecamatan” yang bertindak sebagai pusat administrasi untuk Kec.
Pangandaran. Di samping itu, perkembangan yang pesat dalam industri
pariwisata di kawasan ini menciptakan pembangunan yang mengubah Desa
Pangandaran menjadi sebuah kota yang berpenduduk 25 – 50 ribu jiwa atau
termasuk ke dalam kota kecil. Pembangunan yang muncul di kawasan P.
Pangandaran terutama disebabkan oleh keberadaan hotel dan restoran,
serta tarikan lalu lintas ke dalam kawasan.



1.1 Impresi terhadap Kawasan Pantai



P.
Pangandaran menjadi tempat yang menyenangkan untuk berekreasi. Hal ini
disampaikan anak dalam kesan terhadap pantai yang indah, pepohonan yang
hijau, dan ombak yang tenang yang dapat digunakan berenang.



Terdapat
kesadaran bahwa P. Pangandaran adalah sebuah tempat rekreasi dan
wisata. Hal ini dikarenakan banyaknya wisatawan yang berasal dari
berbagai daerah berkunjung ke kawasan. Khususnya untuk hari liburan,
anak-anak dapat melihat banyak pengunjung berdatangan. Tidak hanya
pengunjung dari dalam negeri maupun luar negeri. Keindahan tersebut
tidak hanya dari pantai, melainkan juga kedalaman lautnya yang kaya
dengan biota laut. Pengetahuan ini memperlihatkan P. Pangandaran
sebagai kawasan wisata yang menarik untuk dikunjungi dari perspektif
anak-anak.



1.2 Bencana alam



Peristiwa
bencana tsunami yang terjadi dua tahun lalu masih membekas pada ingatan
anak-anak. Ingatan tersebut adalah salah satu pokok yang disebutkan
anak dalam karangan mereka. Bencana tsunami memberikan kenangan negatif
menyangkut korban meninggal dan hilang, serta para korban yang tidak
dikenal.
Anak
berusia 12 tahun, bernama Rani, mampu mengingat peristiwa dua tahun
lalu. Hal yang mengesankan pada anak ini adalah kemampuannya untuk
bereaksi atas bencana yang sudah terjadi, tanpa kesan emosional yang
menonjol. Anak ini adalah sebagian dari mereka yang selamat dari
bencana tsunami:



“…Pada
hari Senin, 17 Juli 2006, terjadi bencana tsunami yang mengakibatkan
banyak jiwa yang meninggal, kar(e)na korban yang meninggal tidak ada
sanak saudara yang membawa(,) maka korban-korban dimakamkan secara
mas(s)al(.) Ya sudahlah yang sudah biarkan berlalu sekarang kita
bangkit dan mulai dari awal kembali.”



Barangkali
persepsi yang berbeda akan dijumpai pada anak-anak yang orang tua atau
kerabatnya menjadi korban bencana alam tsunami. Tsunami ditanggapi
dengan rasa takut karena kehilangan anggota keluarga. Dalam kemungkinan
yang lain, anak-anak akan akan sangat tertutup pada peristiwa yang
memakan korban tersebut. Hal ini merupakan justifikasi untuk
mengingatkan anak-anak akan potensi bahaya tsunami yang menimpa kawasan
dan melatih keterampilan mereka untuk menghadapinya.



1.3 Bekerja di Pantai



Beberapa
anak yang menjadi sampel memiliki orang tua yang bekerja di P. Pantai
Pangandaran. Lani dan Novianti, misalnya, memiliki orang tua yang
bekerja sebagai Pedagang Kaki Lima (PKL) yang sehari-harinya berdagang
di pantai. Tidak disebutkan secara jelas jenis dagangan yang dijajakan
oleh orang tua mereka. Di lapangan, para PKL ini menjajakan beragam
produk, mulai dari pakaian, makanan, sampai souvenir.



Pengalaman
untuk berada di P. Pangandaran, salah satunya, terkait dengan kegiatan
anak membantu orang tua bekerja ini. Dalam prakteknya, bekerja tidak
dilakukan secara rutin, hanya pada kesempatan-kesempatan tertentu,
missal pada hari libur. Kegiatan bekerja ini diselingi oleh kegiatan
bermain yang dilakukan sendiri maupun bersama dengan teman-teman. Hal
ini menunjukkan bahwa P. Pangandaran memiliki ikatan yang kuat terhadap
kelangsungan ekonomi keluarga. Meskipun tidak berada dalam kategori
sebagai “anak pantai” atau anak-anak yang menggantungkan hidupnya dari
pantai, P. Pangandaran jelas memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan
anak tersebut, yang ditunjukkan sebagai tempat bekerja orang tua,
dimana sesekali anak-anak membantu orang tua mereka. Dalam kasus lain,
terdapat anak yang memanfaatkan waktunya dengan memancing di pantai.
Ikan-ikan hasil tangkapannya kemudian dijual di pasar.



Pentingnya
P. Pangandaran bagi kelangsungan ekonomi keluarga dan bagi daya tarik
pariwisata oleh anak masih belum dikatakan mendalam. Namun, ekspos dan
pemahaman terhadap masalah ini menjadikan kesadaran atas pentingnya
memelihara kelestarian pantai dan menciptakan citra yang positif
terhadap kawasan di kalangan anak-anak.



1.4 Bermain dan Rekreasi



Pantai
dapat menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak untuk bermain. P.
Pangandaran memberikan ruang yang leluasa bagi anak bermain dan
berkreasi. Meskipun tidak dilakukan secara rutin, bermain di pantai
dapat memberikan kegembiraan bagi anak. Permainan yang dilakukan oleh
anak di antaranya berenang, sepakbola, layang-layang maupun bermain
pasir di pantai.



Selain
itu, mengunjungi Taman Wisata Alam (TWA) merupakan kegiatan rekreasi
yang dianggap menyenangkan bagi anak-anak. Anak-anak dapat menikmati
pemandangan berupa hewan dan pantai putih yang berada di dalam TWA.
Beberapa anak menikmati berbelanja souvenir yang dijajakan di dalam
kawasan pantai, yang menurut mereka sebagai kegaiatan yang menarik
menarik. Rekreasi kuliner menjadi pilihan lain untuk menikmati waktu
libur anak-anak ini di pantai.



Dalam
konteks ini, pantai memberikan pilihan bagi anak untuk bermain dan
berekreasi. Tersedianya ruang bermain merupakan kebutuhan mendasar bagi
anak-anak pada usia ini. Pantai memberikan pilihan yang memadai sebagai
tempat bermain dan berkumpul. Pada hari libur, anak menggunakannya
sebagai tempat rekreasi bersama teman maupun keluarga.



2. Perhatian terhadap Lingkungan



Lingkungan
pantai dan laut di Pangandaran tergolong sangat rapuh. Terdesaknya
kawasan oleh kegiatan pariwisata dan perikanan menyebabkan munculnya
permasalahan lingkungan terkait dengan: sampah, kelestarian biota laut,
perlindungan cagar alam, dan penataan. infrastruktur pariwisata.
Beberapa isu tersebut dirangkum oleh anak-anak sebagai berikut.



2.1 Sampah



Sampah
jelas merupakan masalah yang ditanggapi oleh anak-anak sebagai sesuatu
yang mengurangi citra positif kawasan. Sampah menjadi masalah yang
secara kasat mata yang memerlukan tanggapan serius. Menurut anak,
masalah sampah bersumber dari rendahnya tanggung jawab pengunjung Dalam
beberapa kasus hal ini ada benarnya, namun masalah sampah dapat pula
timbul karena ulah penduduk lokal. Anak beranggapan bahwa masalah
sampah ini dapat mengurangi citra kawasan pantai dalam jangka panjang,
seperti yang dinyatakan di bawah ini:



“…
Aku sangat suka tempat ini Pangandaran memang indah. Tapi ada yang
tidak aku sukai, yaitu orang-orang yang tidak bertanggung jawab, mereka
membuang sampah sembarangan dan mengotori pesisir pantai, jika itu
terus-menerus dilakukan maka pantai yang indah ini pasti akan kotor dan
tidak ada turis yang mau berkunjung ke Pangandaran.”



Tanggapan
terhadap masalah sampah ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama,
keindahan alam pantai terganggu oleh adanya sampah, sehingga perlu
pengelolaan mendesak. Kedua, tanggung jawab pengunjung ataupun
komunitas perlu ditingkatkan dalam membuang sampah pada tempatnya.



2.2 Terumbu karang



Anak-anak
mengetahui akan arti pentingnya terumbu karang. Terumbu karang
diketahui sebagai tempat berlindung bagi ikan-ikan. Ikan-ikan akan
hidup dengan baik karena adanya terumbu karang ini. Masalah yang
dihadapi oleh terumbu karang disampaikan anak sebagai akibat adanya
penangkapan ikan secara ilegal, yaitu dengan menggunakan bom. Hal
tersebut menyebabkan rusaknya terumbu karang. Padahal, menurut anak,
terumbu karang dipersepsikan sebagai daya tarik wisata yang
mendatangkan banyak wisatawan. Terdapat kesadaran dari anak-anak bahwa
terumbu karang perlu dilestarikan, sehingga mampu hidup untuk jangka
waktu yang panjang.



Selain
terumbu karang, pengetahuan anak terhadap biota laut juga meliputi
keberadaan kerang yang jumlahnya kian berkurang. Menurut anak, hal ini
disebabkan oleh pengambilan kerang secara berlebihan oleh nelayan.
Kerang-kerang ini pun diambil dari dalam laut, meskipun sepengetahuan
anak pengambilan kerang tersebut dilarang oleh pemerintah daerah.



Pengetahuan
anak terhadap ekosistem pantai ini menjadi modal yang penting dalam
memperkenalkan tindakan pelestarian kawasan pantai yang kian terancam.
Anak-anak dapat menjadi “duta lingkungan” yang menyampaikan masalah
biota laut ini kepada masyarakat yang lebih luas, terutama nelayan.
Contoh yang diperlihatkan anak melalui penghijauan di Bulak Setra
merupakan tindak lanjut bagaimana kelestarian lingkungan dipertahankan
oleh anak-anak.



2.3 Cagar Alam



P.
Pangandaran dan Cagar alam adalah dua area yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Bentang alam yang berbukit di dalam cagar alam dapat
menjadi landmark Kawasan Pangandaran yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan citra Pangandaran.



Cagar
alam ini (yang dikelilingi oleh TWA) memberikan keragaman daya tarik
wisata di kawasan berupa: pantai berpasir putih, kerang di pinggir
pantai, bentang alam yang berbukit, binatang yang khas, dan gua-gua
alam. Anak-anak mempersepsikannya dengan keindahan, pohon-pohon yang
harus dilindungi, rasa takut karena hewan-hewan yang berkesan tidak
ramah, dan keragaman hayati yang ada di dalam cagar alam.



3. Pariwisata Pangandaran



Konsep
pariwisata tidak coba didesakkan kepada anak-anak, namun secara bebas
anak-anak mengungkapkannya. Anak-anak ternyata mampu memberikan beragam
contoh terhadap “pariwisata” di dalam kawasan. Contoh-contoh tersebut
berupa: keberadaan akomodasi, wisatawan, dan atraksi wisata yang
ditawarkan di dalam kawasan. Tanggapan terhadap contoh-contoh ini
memperlihatkan kedalaman pengetahuan anak terhadap pariwisata di
kawasan dan persepsi anak terhadapnya.



3.1 Akomodasi dan amenitas



Pengetahuan
anak terhadap pariwisata termasuk di dalamnya komponen-komponen wisata,
seperti hotel, restoran, dan pedagang souvenir, termasuk PKL. Karena
konsep “pariwisata” sangat kompleks dan relatif rumit dipahami
anak-anak, pengetahuan anak terhadap akomodasi dan amenitas yang
ditawarkan di kawasan dapat menjadi indikasi perihal “maraknya”
pariwisata di kawasan. Sebagai seorang rekreasionis, kesempatan anak
untuk menikmati akomodasi tidak seperti seorang wisatawan. Pengalaman
mereka terbatas pada konsumsi jajanan lokal yang dijajakan di sepanjang
kawasan. Pengetahuan anak perihal akomodasi yang ada di kawasan juga
dikarenakan anggota keluarga mereka yang bekerja di sana.



3.2 Wisatawan



Tidak
ada pengalaman yang luar biasa antara anak dan wisatawa atau bertemu
dengan wisatawan bukanlah sesuatu yang asing bagi anak-anak ini.
Wisatawan diakui sebagai faktor yang menyebabkan P. Pangandaran menjadi
ramai dengan kegiatan. Kegiatan ini meliputi wisatawan yang berenang di
laut, makan di restoran dan PKL, maupun wisatawan yang berkeliling
dengan kendaraan (becak, motor, sepeda). Hal ini mengesankan tidak
adanya “jarak” psikologis antara anak-anak dengan wisatawan yang
berkunjung ke kawasan, yang misalnya ditandai dengan rasa bermusuhan.
Bahkan, ramainya para wisatawan terkadang sebagai tontonan yang menarik
bagi anak-anak. Anak dengan mudah mampu menyesuaikan diri mereka dengan
keberadaan wisatawan di dalam kawasan. Persepsi ini dapat dikembangkan
untuk menjadikan generasi muda di sekitar kawasan sebagai “tuan rumah
yang baik”, dalam pengertian mampu menciptakan suasana bersahabat dan
ramah dengan para wisatawan.



3.3 Atraksi



Seorang
anak mengungkapkan daya tarik utama kawasan dibandingkan dengan tempat
tinggalnya yang dahulu. Pantai yang indah merupakan daya tarik utama,
disamping udara pagi yang sejuk dan dingin di pagi hari. Keberadaan
hewan di cagar alam dianggap sebagai daya tarik lainnya. Daya tarik
yang beragam ini juga ditanggapi dengan emosional sebagai “milik”
komunitas, dan anak mengkhawatirkan perusakan yang dilakukan oleh orang
luar.



Community Mapping (Peta Komunitas)



Peta
komunitas memperlihatkan kaitan antara lingkungan tempat tinggal anak
dengan pantai yang berjarak 1 km dari desa mereka. Meskipun tidak semua
peta komunitas yang dimintakan dari anak memperlihatkan keterkaitan
dengan daerah pantai, peta komunitas memperlihatkan sejauhmana kaitan
anak dengan P. Pangandaran.



Secara umum, peta komunitas memperlihatkan rumah-rumah dengan nodal
berupa fasilitas publik sepert:i sekolah, rumah sakit, pos polisi,
rumah maupun mesjid. Rumah-rumah tersebut tersebar di antara nodal
yang dihubungkan oleh jaringan jalan. Di antara rumah-rumah yang
membentuk lingkungan bertetangga anak, anak menandai rumahnya sendiri
maupun rumah temannya. Lingkungan bertetangga tersebut kemudian dibelah
oleh jalan besar yang beberapa di antaranya secara khusus digambarkan
dengan lalu lintas mobil yang melaluinya.



Anak-anak
juga menandai tempat-tempat yang disukai maupun tidak disukai. Di
antara tempat yang disukai adalah sekolah, tempat bermain (mis. sebuah
lapangan bola), dan pantai atau pelabuhan. Di antaranya yang tidak
disukai adalah diskotik, makam, dan kebun kelapa. Persepsi anak ini
sangat bergantung dari konteks pengalaman anak berada di areal
lingkungannya tersebut.


Kelompok
yang lain menunjukkan pantai dan laut yang tepat berada di belakang
sekolah mereka, dengan jalan-jalan yang menghubungkan antara antara
rumah mereka dengan P. Pangandaran.


 



Peta
komunitas ini memperlihatkan pengetahuan atas orientasi mereka.
Sebagian telah memperlihatkan kaitan lingkungan tempat tinggal mereka
dengan P. Pangandaran.



Beberapa
anak menjadikan P. Pangandaran sebagai sebuah tempat dengan keterikatan
emosional yang kuat karena menjadi tempat yang disukai, terutama
disebabkan oleh pemandangan yang indah dan ruang bermain yang
disediakannya.



Penutup: Dari Pengetahuan dan Persepsi Menuju Tindakan



Studi
lapangan yang dilakukan secara cepat ini tidak dimaksudkan untuk
menggeneralisasikan pengetahuan yang dimiliki anak maupun persepsi
mereka. Studi ini menggambarkan sebagaian dari pengetahuan dan persepsi
anak terhadap lingkungan, terutama kaitannya dengan P. Pangandaran.
Pengambilan sampel pun dilakukan dilakukan secara accidental
dengan mengurangi hambatan birokratis dalam pengumpulan data.
Dipilihnya SDN 3 Babakan, yang merupakan sekolah tempat bekerja salah
satu anggota LWG dan telah menjadi model bagi pendidikan dan penyuluhan
oleh PPLP, menyebabkan validitas data yang dikumpulkan masih perlu
dipertanyakan.



Studi
ini beranjak dari pemikikan untuk mengikutkan kelompok minoritas yang
kurang tercakup dalam perencanaan pengembangan kawasan selama ini. Anak
merupakan kelompok minoritas tersebut yang “suara” mereka seringkali
diabaikan. Dalam kenyataannya, anak memperlihatkan pengetahuan yang
memadai perihal kawasan. Hal ini ditunjukkan oleh anak-anak di Desa
Babakan. Pengetahuan mereka terhadap P. Pangandaran dikarena kaitannya
dengan kegiatan yang mereka lakukan, diantaranya: membantu orang tua
bekerja, bermain dan berekreasi. Bencana alam dalam ingatan anak
memberikan pemahaman terhadap potensi tsunami yang muncul yang apabila
diarahkan dengan tepat dapat memberikan entry point untuk upaya penanganan yang efektif terhadapnya.



Persepsi
anak terhadap lingkungan pantai mengungkapkan berbagai masalah yang
dihadapi kawasan. Sampah dipandang sebagai masalah serius yang
membutuhkan tanggung jawab pengunjung untuk ikut memelihara kawasan.
Selain itu, citra kawasan sangat bergantung dari bagaimana komunitas
mengelola sampah tersebut.



Persepsi
anak terhadap pariwisata terkait dengan keberadaan komponen wisata yang
disediakan di dalam kawasan. Akomodasi yang direferensikan dengan
hotel-hotel, serta amenitas yang ditunjukkan dengan restoran, dan PKL
makanan dan souvenir yang tersebar di dalam kawasan. Anak juga turut
memanfaatkan komponen-komponen tersebut, meskipun secara terbatas.
Ramainya pengunjung dilihat sebagai sesuatu yang menyenangkan untuk
dilihat.



Peta
komunitas memperlihatkan kaitan lingkungan bertetangga anak dengan P.
Pangandaran. Beberapa anak menunjukkan relasi yang kuat yang
digambarkan dengan jaringan jalan yang menghubungkan permukiman dengan
daerah pantai. Situasi ini dapat dimaklumi karena pantai juga digunakan
anak untuk bekerja, bermain, dan berekreasi.



Dari
pengetahuan anak terhadap lingkungannya ini, seharusnya anak-anak dapat
berkontribusi dalam penataan kawasan. Menjadikan kawasan pantai sebagai
tempat bermain yang memadai dapat mengikat anak terhadap pantai secara
emosional, sehingga mereka akan turut menjaga kelestariannya. Terkait
dengan masalah lingkungan, anak adalah kelompok yang perlu diberdayakan
melalui pendidikan dan pelatihan lingkungan (yang selama ini telah
diupayakan).
Di tangan mereka pula, nantinya, kelestarian ekosistem yang mengundang wisatawan dan citra positif kawasan dipertaruhkan.




*) Penulis adalah Salah satu Orang yang Bergelut Dalam Bidang Perencanaan Kota dan beralamat di http://gedebudi.wordpress.com




Tags





Berikan Komentar Via Facebook

Blog Lainnya
Video Lainnya
Mau booking hotel, penginapan, travel dan tour? call 0265-639380 atau klik disini